Breaking News

Wartawan Abal-abal Cemari Lembaga Profesi

Bogor, (BERITASATOE.COM) — Maraknya oknum mengaku wartawan, belakangan ini tak hanya meresahkan, tapi mencemarkan lembaga profesi yang dibangun jauh sebelumnya. Dewan redaksi tempat dia bernaung, terlambat memberikan materi pendukung, sebelum diterjunkan di lapangan

“Kita sangat menyesalkan, maraknya wartawan abal abal menghiasi pemberitaan. Para pelaku umumnya bukan orang di Bogor melainkan dari luar daerah mengacak acak Bogor,” kata Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Wartawan Kota Bogor Ahyar Matondang Kamis (9/12/2021)

Akibat ulah mereka, dunia jurnalistik dirundung malang terutama bagi teman se profesi yang bertugas sebagai wartawan di Bogor. Mereka merasa risi akibat kegaduhan tersebut, membuat suasana kerja tak nyaman. Bagi masyarakat umum, akan dianggap perilaku sama.

“Lembaga profesi tak bisa menertibkan, karena bukan bagian dari anggotanya dan tak mungkin dapat dilakukan pembinaan terhadap mereka,” ungkap Ahyar.

Menurut Ahyar, teman teman yang bekerja sebagai jurnalis di Bogor, hanya bisa mengelus dada, tanda keprihatinan wilayah kerjanya, dicemari oleh wartawan Abal Abal. “Ini namanya buah simalakama dan siapa yang paling berhak meneritibkan mereka,” tegasnya.

Aksi pemerasan yang dilancar begitu marak akhir akhir ini, karena maraknya perselingkuhan yang terjadi. Para hidung belang umumnya membawa pacar gelapnya masuk hotel. Bahkan informasi diperoleh, tak sedikit lelaki hidung belang, bagian dari istri orang yang kurang bahagia.

Informasi itu juga menyebutkan, tak jarang dari mereka teman sekerja terjadi perselingkuhan. Entah itu dari pejabat pemerintah, BUMN bahkan dari dunia pendidikan. Jarang sekali para hidung belang membawa perempuan ke hotel atau lainnya statusnya suami isteri.

“Kalau sudah begini ceritanya, siapa yang salah dan siapa pula yang harus diminta pertanggung jawabannya. Mastinya dibongkar bukan nego, hingga terjadi masuk Perbuatan Melawan Hukum (PMH),” tegas Ahyar.

Dikatakan, sebutan wartawan Abal abal, dipastikan tak memahami kode etik jurnalistik. “Bila mereka tau, dipastikan tidak melakukan itu,” ungkap Ahyar.

Ditambahkan, penegakan hukum yang mendapat laporan dari pelapor sebaiknya lebih jeli melihat. Karena umumnya para pelaku, melihat ada pasal yang mengatur tentang asusilanya. “Gak mungkin ada asap tanpa api. Sepatutnya pelapor dan terlapor keduanya dijerat hukum dengan pasal pasal perbuatan keduanya,” tandasnya. (San/Den)

Exit mobile version