BOGOR, (BS) – Banjir bandang yang terjadi di aliran Sungai Cidurian pada awal tahun 2020 lalu ternyata masih menyimpan kesedihan yang amat mendalam bagi para korban yang terdampak.
Salah satunya adalah para warga petani yang sering mengalami gagal panen akibat kekurangan pasokan air dari sungai Cidurian. Hal tersebut dikarenakan saluran air yang mengalir ke Bendungan Sendung tertutup bebatuan dan pasir.
Ketua Kelompok Tani Sangkuriang, Yudi Murnawan mengatakan, warga
sudah sering bergotong-royong
membuka sodetan agar air bisa mengalir ke Bendungan Sendung, namun belum juga berhasil memaksimalkan pasokan air.
“Sebenarnya, selama 2 tahun ini kita hanya perawatan saja. Sempat ada bantuan dari UPT Jasinga dan
Yayasan Asefurohim yang menurunkan
alat berat berupa beko kecil, tetapi
belum maksimal,” kata Yudi kepada wartawan, Sabtu (30/7/2022).
“Kita juga sering bergotong-royong seminggu sekali, swadaya dari kelompok, dan dibantu dari Desa Setu juga,” tambah Yudi.
Maka dari itu Yudi meminta agar Pemerintah segera menormalisasi Bendungan Sendung tersebut.
” Bendungan Sendung ini harus segera dinormalisasi karena bendungan irigasi ini mencakup 5 Desa dan 2 Kecamatan. Yakni Desa Argapura masuk Kecamatan Cigudeg, sedangkan Desa Setu, Sipak, Jasinga dan Kalongsawah masuk Kecamatan Jasinga.” ungkapnya.
Lanjut Yudi, berdasarkan catatan yang ditulis oleh Belanda, Sendung ini mengalir 610 Hektar yang teraliri dari Sendung ini.
Menurutnya, dari segi petani, jelas kita membutuhkan (air), kita sangat terganggu kalau tidak ada airnya, jelasnya.
Kemudian dari mitigasi bencana pun kalau ini dibiarkan terus akan terjadi banjir bandang lagi, seperti tahun – tahuan sebelumnya itu, ujar Yudi.
Terakhir Yudi menyampaikan, berbicara kerugian, dirinya bersama dengan kelompok sering mengalami kerugian.
“Sering pak, sering, kalau kerugian nominal saya kurang begitu paham juga karena aga luas. Secara materi petani dirugikan,” kata Yudi.