JAKARTA, (BS) – Akhir – akhir ini marak / viral di media sosial berita – berita mengenai bullying atau perundangan yang terjadi di sekolah – sekolah yang mengakibatkan korbannya menjadi tertekan secara mental / depresi, bahkan ada yang sampai menimbulkan korbannya menjadi cacat bahkan hingga meninggal dunia. Sebagai contoh kejadian yang menimpa Fatir seorang anak laki-laki di Bekasi yang menjadi korban bullying di sekolah oleh teman – temannya yang mengakibatkan Fatir harus merelakan kakinya diamputasi.
Banyak pro dan kontra yang diterima oleh Fatir dan keluarga nya atas kejadian ini. Antara lain ada pihak yang menuding bahwa Fatir harus diamputasi karena kanker bukan karena bullying yang dialaminya. Namun banyak juga pihak yang mendukung dan prihatin atas kondisi yang dialami oleh Fatir.
Terlepas penyebab amputasi itu adalah akibat adanya kanker ataupun akibat dari tindakan bullying oleh temannya, menurut penulis hal itu adalah rangkaian kejadian atau peristiwa. Sedangkan peristiwa utamanya adalah bullying atau perundungan itu nyata terjadi dan dialami oleh Fatir, bahkan pihak pelaku perundungan pun juga telah mengakui adanya tindakan bullying atau perundungan terhadap Fatir.
Hal inilah yang menjadi keprihatinan dari kita semua karena kejadian tersebut terjadi saat jam sekolah dan terjadi berulang saat diluar sekolah dan didalam sekolah. Namun yang lebih memprihatinkan adalah statement dari Wali Kelas yang juga menjabat sebagai Wakil kepala sekolah dimana hal tersebut dianggap merupakan hal biasa dan hanya sekedar becandaan diantara teman.
Perlu dibedakan antara tindakan bullying atau perundungan dengan tindakan becandaan diantara teman. Dari arti/makna kata bullying atau perundungan dalam bahasa Indonesia bermakna (dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai “penindasan/rusak”) merupakan segala bentuk penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja oleh satu orang atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa terhadap orang lain, dengan tujuan untuk menyakiti dan dilakukan secara terus menerus.
Sedangkan arti/makna kata bercanda adalah adalah salah satu bentuk komunikasi dalam pergaulan sehari-hari yang digunakan untuk mencairkan suasana. Sesuatu dianggap bercanda jika semua orang menikmati dan bersenang-senang, tidak ada yang tersakiti dan semua dapat berpartisipasi dengan setara (tidak ada pihak yang lebih tersudut).
Dari arti tersebut sudah jelas bahwa peristiwa yang dialami oleh Fatir tidak dapat dikategorikan sebagai hal biasa atau becandaan dan sudah masuk ke dalam kategori bullying atau perundungan.
Pihak sekolah seharusnya menjadi pihak yang paling bertanggung jawab terhadap terjadinya bullying atau perundungan yang dialami oleh Fatir. Dalam hal ini baik pelaku maupun pihak sekolah (karena melakukan pembiaran) dapat dikenakan sanksi sesuai dengan UU 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, larangan tersebut tercantum pada Pasal 76C. Untuk sanksi pidananya diatur dalam Pasal 80 yakni “setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76C, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000”.
Hal ini tentunya tidak lagi dapat dianggap hal yang main – main oleh pihak sekolah terutama karena akibat kejadian tersebut ada pihak yang menjadi korban. Untuk mengantisipasi terjadinya perundungan tentunya perlu kerjasama dari berbagai pihak, terutama sekolah dan orang tua murid untuk lebih melakukan edukasi kepada anaknya mengenai bullying dan akibat hukumnya serta melakukan monitoring terhadap setiap kegiatan anak.
Semoga hal yang dialami oleh Fatir adalah kejadian terakhir karena bullying atau perundungan sangat berdampak negatif baik terhadap korban maupun pelakunya. (Red)