BOGOR, (BS) – Kontestasi Pilkada di Tahun 2024 mulai kembali hingar bingar di hadapan publik. Sejumlah kota/Kabupaten dan provinsi akan menggelar Pilkada tahun 2024 ini.
Selain mulai banyak kasak kusuk komunikasi politik yang dilakukan partai politik (parpol), saat ini juga ada calon independen atau calon perseorangan yang siap ikut maju.
Walaupun di Kota dan Kabupaten Bogor belum terdengar ada calon independen yang mendaftar, tapi biasanya calon independen selalu ada dalam tiap helatan Pilkada.
Di Kota Tangsel, bahkan seorang guru PAUD sudah mendaftarkan diri secara resmi ke KPUD Tangsel.
Harry Samputra Agus namanya. Ia mengaku siap “tempur” di Pilkada Walikota Tangerang Selatan 2024.
Lalu bagaimana peluang dari para calon independen/perseorangan? Yusfitriadi, Pengamat politik senior LS Vinus Maju mengungkapkan, di dalam konteks pilkada, Undang – Undang mengakomodir 2 model kontestasi yang menarik, selain kontestasi yang dilihat normal.
Pertama, pasangan calon melalui jalur perseorangan (independen). Dimana masyarakat bisa menjadi peserta pada kontestasi pilkada tanpa melalui jalur partai politik, namun melalui jalur perseorangan.
“Artinya calon bukan diusung oleh parpol atau gabungan parpol, tapi diusung dan didukung oleh warga masyarakat melalui mekanisme dan persyaratan tertentu yang sudah diatur undang-undang,” kata Yusfitriadi, Sabtu (11/5/2024).
Kedua, lanjutnya, yaitu Melawan Kotak Kosong. Hal ini terjadi jika dalan sebuah kontestasi pemilihan kepala daerah, hanya diikuti satu pasangan calon, apapun faktornya, Pilkada harus terus dilanjutkan.
Peserta yang sudah ditetapkan sebagai peserta pemilu oleh KPU akan melawan kota kosong. Sebab hal itupun diperbolehkan atau ada aturan dan mekanismenya di dalam undang – undang Pilkada.
“Walaupun UU maupun peraturan yang mengatur calon tunggal belum komprehensif, sehingga dalam pelaksanaanya banyak dihadapkan kepada permasalahan teknis,” ujar Kang Yus, sapaannya.
Saat ditanya bagaimana peluang para calon dari jalur perseorangan atau independen di Pilkada? Kang Yus mengatakan berbicara proses pencalonan dan peluang dari calon independen untuk memenangkan kontestasi Pilkada harus dilihat dari beberapa beberapa hal/faktor.
Pertama, Proses pencalonan. Di dalam proses pencalonan yang menempuh jalur perseorangan di ajang pilkada, terlihat sangat berat. Terutama pada persyaratan terkait dukungan masyarakat.
“Yakni harus didukung minimal 6,5 % dari jumlah DPT (Daftar Pemilih Tetap). Dibuktikan dengan surat tertulis yang berisi pernyataan dukungan dari masyarakat dengan tanda tangan asli masyarakat yang dilampiri KTP,” ungkap Kang Yus.
Karena angka 6,5 persen tersebut sangat banyak jumlahnya, dengan berbagai administrasi penyertanya, juga persepsi masyarakat terkait KTP yang rawan disalahgunakan.
Yang Kedua, ada proses verifikasi aministratif dan faktual. Dengan jumlah surat dukungan dan KTP yang sangat banyak, sangat sulit bagi KPU dalam memverifikasinya. Sehingga kecenderungannya tidak diverifikasi secara optimal.
“Terlebih peran pengawasan oleh Bawaslu sudah dipastikan tidak akan optimal,” imbuhnya.
Ketiga, soal Peluang Kemenangan.
Sejak dilaksanakan pilkada yang mengakomodir calon independen, sampai tahun 2020 lalu, peluang kemenangan pasangan calon di Pilkada dari jalur perseorangan atau independen hanya 20 persen.
“Walaupun tentu kondisi tersebut akan sangat dinamis. Tergantung tingkat kekuatan figur calon dan supporting financial atau dukungan dana yang ada pada pasangan calon tersebut,” tukasnya. (Red).