Bogor, (BS) – Pengamat Politik Yusfitriadi dari Lembaga Studi Visi Nusantara (LS VINUS) akhirnya bersuara menanggapi gonjang-ganjing dan maraknya pemberitaan terkait dugaan mark-up anggaran pengadaan meubelair untuk Desa di Satuan Kerja (Satker) DPMD Kabupaten Bogor.
Dalam keterangannya Yusfitriadi mengatakan bahwa isu mark-up dari berbagai macam program termasuk dalam konteks pengadaan itu bukan isu baru tapi juga isu yang dari tahun ke tahun terjadi dalam setiap pengadaan.
Menurut Yus setidaknya ada tiga faktornya yang membuat hal seperti itu terus terjadi dan berulang.
Yang pertama adalah terkait dengan tidak kuatnya budaya anti korupsi di pemerintah daerah.
” Ini kan menyangkut mentalitas dan itu juga terkait dengan tidak kuatnya kesadaran pemerintah atau para pejabat terkait anti korupsi,” kata Ketua sekaligus Pendiri Lembaga Studi kepada media Ini, Selasa 14 Januari 2025.
Masih menurut Yus budaya mark-up anggaran tersebut terkadang konspiratif karena ada semacam tuntutan “setoran”.
” Karena terkadang itu kan konspiratif gitu loh.
Setoran-setoran, kemudian bahkan mungkin juga yang terlibat tidak hanya sekedar dinas terkait tapi juga ada yang pengesahan anggaran kemudian juga di eksekutif juga. Saya pikir ini permasalahannya konspiratif itu,” ujar Founder LS Vinus sekaligus pengamat politik Yusfitriadi.
Sehingga lanjut Yus, ketika kemudian selamanya konspiratif itu terjadi, maka saya pikir berat untuk menghilangkan berlaku anti korupsi di lingkungan pemerintahan Kabupaten Bogor.
Nah kemudian yang kedua adalah terkait lemahnya pengawasan.
“Saya pikir pengawasan yang selama ini dilakukan oleh DPRD misalnya ini kan tidak melekat. Terkadang ketika terjadi sesuatu baru kemudian manggil ketika sudah terjadi baru kemudian turun mengawasi, baru muncul memberikan pernyataan dan seterusnya. Kapan kerja-kerja pengawasan secara intensif, pengawasan secara melekat dalam penggunaan anggaran terhadap pemerintah,” paparnya.
” Ini saya pikir penting karena fungsi pengawasan juga adalah fungsi legislasi, fungsi kelembagaan legislatif itu saya pikir penting gitu loh,” cetus Yus.
Maka selama kemudian pola kerja kelembagaan legislatif seperti itu. Ya itu tidak akan pernah selesai urusan mentalitas berlaku koruptif di lingkungan pemerintahan Kabupaten Bogor.
Kemudian yang ketiga adalah penegakan hukum atau supremasi hukum. Penegakan supremasi hukum juga di kita ini kan sangat terkenal dengan no viral no justice. Ketika tidak viral ya hukum tidak ditegakkan kan gitu. Nunggu viral dulu baru hukum ditegakkan. Sudah viral pun kemudian proses penanganannya itu tidak transparan, tidak akuntabel bahkan kemudian terlambat.
Padahal ini informasi yang sangat berharga untuk memutus mata rantai indikasi-indikasi berlakunya korupsi. Ketika tidak viral itu tidak akan pernah selesai urusan mentalitas-mentalitas berlaku koruptif.
Sehingga sambungnya, yang harus dilakukan adalah yang pertama harus merubah konstruksi peran masing-masing lembaga termasuk lembaga inspektorat yang ada di pemerintahan Kabupaten Bogor.
Kemudian juga Sekretariat Daerah atau Sekda, kemudian peran-peran kelembagaan legislatif.
“kan gitu itu, saya pikir harus merubah konstruksinya supaya memang efektif,” ujarnya.
Kemudian yang paling penting adalah terkait audit. Audit yang selama ini kan audit yang hanya dilakukan oleh internal pemerintah. Artinya inspektorat dan BPK, kan yang namanya pemerintah mengaudit lembaga pemerintah ya terus gimana kan gitu?
“Saya pikir selain audit internal itu, perlu juga melibatkan audit eksternal agar ada penyeimbang.” Tutur Yusfitriadi
” Ya kan kita punya pengalaman yang cukup apa yang cukup getir gitu ketika kemudian ada penyuapan terhadap BPK.
Artinya, BPK karena memang lembaga pemerintah, ya bisa dikondisikan oleh lembaga pemerintah tersebut kan gitu,” imbuhnya.
Nah yang selanjutnya, objek dari audit yang saat ini ada itu terkesan audit itu hanya audit administratif. Artinya ketika kemudian dalam perencanaan belanja itu 100 juta. Maka ketika kwitansinya cukup 100 juta ya selesai kan gitu. Ketika laporannya 100 juta ya selesai tidak lagi kemudian berpikir apakah spesifikasinya sesuai dengan perencanaan apakah kemudian ada mark-up di situ ya enggak. itu enggak kesana tapi yang jelas administrasinya sesuai dengan perencanaan gitu loh. Oleh karena itu, saya pikir penting audit itu menyangkut tiga objek yang pertama adalah audit administratif kemudian juga audit faktual dan audit kinerja.
” Saya pikir ketika audit administratif terutama keuangan, audit faktualnya, kemudian silahkan diawasi faktanya sesuai dengan perencanaan, sesuai dengan spesifikasinya, sesuai enggak volumenya sesuai enggak dan seterusnya, kan gitu,” ucap dia.
Ini penting karena selama kemudian tidak sampai pada audit faktual maka itu menjadi sebuah peluang besar untuk kebocoran anggaran atau penyelenggaraan anggaran ataupun yang disebut diantaranya mark-up itu.
Nah yang selanjutnya adalah audit kinerja. Bagaimana kemudian kinerja-kinerja ASN ataupun kinerja-kinerja satuan kerja atau SKPD itu juga harus diaudit. Apa selama ini on the track kinerjanya? agar memang targetan-targetan yang menjadi ukuran-ukuran yang telah disepakati baik oleh lembaga eksekutif maupun lembaga legislatif itu tercapai secara terukur secara terukur.tandasnya.
Untuk diketahui, sebelumnya ramai diberitakan media terkait adanya dugaan mark-up anggaran pengadaan meubelair untuk 416 Desa se-Kabupaten Bogor pada satuan kerja DPMD Kabupaten Bogor dengan anggaran senilai Rp 33 miliar. (San)